Eni Mengeluh Tak Jadi JC, KPK: Tuntutan Ringan Itu Penghargaan



Jakarta, Info Breaking News – Meski permohonannya untuk menjadi Justice Collaborator (JC) ditolak oleh jaksa, KPK menyatakan keputusan tersebut tidak berarti KPK mengabaikan sikap kooperatif dari Eni Saragih selama menjalani proses hukum.
"Tuntutan-tuntutan yang lebih ringan juga sebagai bentuk penghargaan terhadap sikap kooperatif yang dilakukan karena kalau mau dituntut maksimal kan bisa 15 tahun, atau bahkan sampai 20 tahun," ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Rabu (6/2/2019).
Syarat menjadi JC sendiri, menurut Febri, tidaklah mudah. Terdakwa harus memenuhi syarat untuk mendapat status JC, yakni bersikap kooperatif dan bukan pelaku utama. KPK menilai Eni belum memenuhi syarat untuk menjadi JC.
"Ketika kami melakukan analisis bahwa salah satu syarat JC adalah yang bersangkutan bukan pelaku utama, dan itu tidak terpenuhi menurut KPK," kata Febri.
"Kami belum tahu nanti hakim bagaimana pendapatnya, hakim tentu punya kewenangan juga untuk menilai hal tersebut," tambahnya.
Penolakan terhadap pengajuan Eni menjadi JC disampaikan jaksa KPK saat membacakan tuntutan terhadap terdakwa penerima suap proyek PLTU Riau-1 dan gratifikasi dari sejumlah direktur perusahan di bidang migas tersebut.
Eni, menurut jaksa, merupakan pelaku utama dalam kasus ini. Hal itu menyebabkan dirinya tak layak menjadi JC.
"Terdakwa selaku anggota komisi 7 DPR RI periode 2014-2019 merupakan pelaku utama dalam perkara ini," kata Jaksa Lie Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (6/2/2019).
Sebagai catatan, berdasar Surat Edaran Mahkamah Agung 4/2011 syarat menjadi JC adalah mengakui kejahatan, bukan pelaku utama, bersedia membantu membongkar kasus, serta bersedia mengembalikan aset-aset hasil dari korupsi yang dilakukannya.
Atas perbuatannya, Eni dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara karena dinilai bersalah telah menerima suap proyek PLTU Riau-1 dan gratifikasi. Jaksa juga menuntut Eni membayar denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti senilai Rp10,35 miliar dan 40 ribu dollar Singapura. Uang itu merupakan akumulasi dari jumlah suap dan gratifikasi yang Eni terima.
Sebaliknya, Eni Maulani Sararagih membantah dirinya merupakan pelaku utama di kasus suap PLTU Riau-1 lantaran dirinya hanya melaksanakan perintah dari Ketua Umum Golkar saat itu, Setya Novanto.
"Bagaimana saya dibilang pelaku utama? Saya enggak punya saham di PT Blackgold, saya enggak punya saham di PT Samantaka, saya hanya diperintah sebagai petugas partai," jelas Eni saat ditemui usai sidang.
Eni pun mengatakan selama proses penyidikan hingga persidangan ia telah bersikap kooperatif. Ia menambahkan, dirinya sendirilah yang mengakui gratifikasi yang ia terima dari sejumlah pengusaha. Selain itu, ia mengaku juga telah menyerahkan uang suap dan gratifikasi yang ia terima ke KPK. ***Jerry Art

Subscribe to receive free email updates: