![]() |
Dua warga Tiongkok Liu Xinglian (kanan) dan Yan Kefen berfoto bersama di Bandara Internasional Taoyuan di Taipei, Taiwan, 14 Januari 2019 (AFP/Yan Kefen/HO) |
Taipei, Info Breaking News – Liu Xinglian dan Yan Kefen adalah dua orang warga Tiongkok yang melarikan diri dari negaranya lantaran merasa pemerintah negara mereka otoriter.
Namun, sangat disayangkan kedua warga yang tengah mencari suaka ini tidak mendapat perhatian ataupun solidaritas internasional. Kini, mereka terjebak di bandara Taiwan selama lebih dari 100 hari.
Kasus Liu dan Yan mirip dengan kiah Rahaf Mohammed al-Qunun, remaja asal Arab Saudi yang melarikan diri dan mendapat suaka di Kanada usai berhasil meminta pertolongan kepada komunitas global via media sosial.
Layaknya Rahaf, Liu dan Yan juga telah mengajukan suaka ke Kanada serta menuliskan kisah mereka di media sosial.
"Di dalam bandara, kami tidak dapat menghirup udara segar, dan tidak ada sinar matahari," tutur Liu kepada kantor berita AFP via sambungan telepon, Rabu (16/1/2019).
Sehari-hari mereka bertahan hidup hanya dengan memakan makanan kotak yang disediakan sejumlah maskapai penerbangan.
"Makanan seperti itu kurang sehat, kan?" sebut Liu.
Liu dan Yan adalah 'sandera' dari status tak biasa dari Taiwan dan kebijakan domestiknya. Status kenegaraan Taiwan tidak diakui sebagian besar negara di dunia. Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa pun tidak ada di sana, yang berarti Agensi Pengungsian PBB atau UNHCR tidak dapat beroperasi di Taiwan.
Meski kini pemerintahannya diduduki sejumlah orang yang melarikan diri dari perang sipil Tiongkok, Taipei tidak memiliki aturan untuk melindungi pengungsi.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang sebelumnya secara prinsip menentang Tiongkok dan mendorong penegakan hak asasi manusia, sejauh ini belum melakukan tindakan apapun untuk menerima atau mendeportasi Liu serta Yan.
Karena tidak ada tindakan apapun, Liu dan Yan pun terjebak. Mereka tak bisa memasuki wilayah Taiwan dan juga dilarang meninggalkan area transit bandara.
"Saya tidak tahu harus berapa lama lagi tinggal di bandara ini," kata Yan, yang bersama Liu juga sempat berada di Thailand selama beberapa waktu, persis seperti kisah Rahaf al-Qunun.
"Saya hanya berharap dapat meninggalkan (bandara) sebelum Tahun Baru Imlek. Tapi jika tidak bisa, itu artinya memang tidak bisa. Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi," tambah dia. ***Armen
Meski kini pemerintahannya diduduki sejumlah orang yang melarikan diri dari perang sipil Tiongkok, Taipei tidak memiliki aturan untuk melindungi pengungsi.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang sebelumnya secara prinsip menentang Tiongkok dan mendorong penegakan hak asasi manusia, sejauh ini belum melakukan tindakan apapun untuk menerima atau mendeportasi Liu serta Yan.
Karena tidak ada tindakan apapun, Liu dan Yan pun terjebak. Mereka tak bisa memasuki wilayah Taiwan dan juga dilarang meninggalkan area transit bandara.
"Saya tidak tahu harus berapa lama lagi tinggal di bandara ini," kata Yan, yang bersama Liu juga sempat berada di Thailand selama beberapa waktu, persis seperti kisah Rahaf al-Qunun.
"Saya hanya berharap dapat meninggalkan (bandara) sebelum Tahun Baru Imlek. Tapi jika tidak bisa, itu artinya memang tidak bisa. Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi," tambah dia. ***Armen