Yogyakarta, Info Breaking News - Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta masyarakat Indonesia yang terpolarisasi akibat pilkada, segera menyudahi pertikaian baik di kehidupan nyata maupun media sosial (medsos).
"Kita sibuk mempersoalkan perbedaan SARA (suku agama ras dan antargolongan), sementara di era globalisasi ini, antaranegara di dunia saling berkompetisi," kata Kapolri saat memberikan sambutan dalam acara tablig akbar memperingati Isra Miraj di Markas Polda DIY, Selasa (25/4) malam yang menghadirkan habib Lutfi bin Yahya.
Sekarang, ujar Tito, semua harus mengenyampingkan segala perbedaan untuk memperkuat NKRI. Tito mengakui, momentum Pilkada Serentak pada Februari 2017 di sejumlah daerah telah memunculkan polarisasi atau perpecahan di kalangan masyarakat. Hal itu ditambah dengan isu SARA yang kerap diangkat dalam pesta demokrasi itu.
Soal perbedaan pilihan demokrasi, lanjut Tito, merupakan hal wajar. Namun jangan saling menghujat dan memecah-belah. "Satu bulan lalu, saya ke Lampung. Di sana muncul pandangan-pandangan, kalau tidak se-suku, se-agama, maka bukan kawan. Ini berbahaya, karena kalau kita hancur, maka kompetitor kita, negara lain, akan tepuk tangan," ucap Kapolri.
Menurut Tito, Indonesia sesungguhnya punya peluang menjadi negara super power seperti Amerika Serikat, Rusia, atau Tiongkok jika dilihat dari potensi sumber daya manusia (SDM), dan sumber daya alam (SDA). Namun untuk menuju itu, semua bangsa harus bersatu serta melepaskan bentuk primordialisme.
Tito mengingatkan kesatuan yang telah dirintis oleh pendahulu sejak 1928 jangan sampai terpecah di masa keterbukaan ini. Terlebih di era globalisasi ini sangat erat kaitannya dengan persaingan antarbangsa dan negara dalam skala luas.
Menurut Tito, pascapilkada serentak merupakan momentum bagi seluruh masyarakat untuk melakukan rekonsiliasi. "Ingat, kita sudah kalah maju dibanding Singapura, kalau kita lengah, maka kita akan tersalip lagi oleh Vietnam," tegas Tito.*** Yohanes Suroso.