KPK mencegah Setya keluar negeri selama enam bulan karena kasus korupsi E-KTP. Menurut Fahri, setiap permasalahan anggota harus melalui Mahkamah Kehormatan Dewan, barulah anggota Dewan boleh diproses hukum.
Maka, pimpinan DPR akan mengirim surat nota keberatan atas pencegahan Ketua DPR Setya Novanto kepada Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.
Dia meminta Presiden meneliti kebijakan pencegahan yang dikeluarkan oleh Dirjen Imigrasi atas permintaan KPK. "Kalau ada pelanggaran hukum, permintaan cekal yang melanggar hukum ya jangan dipenuhi," kata Fahri di DPR, Rabu (12/4) seperti dinukil dari Viva.co.id.
Presiden Jokowi mengaku belum menerima surat keberatan itu. "Jadi saya belum bisa berkomentar," ujar Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Bandung, Jawa Barat, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (12/4).
Jokowi juga enggan berkomentar soal hak Imunitas DPR yang menjadi tameng dari pencegahan ini. "Kalau nanti surat itu sudah sampai, saya buka, saya baca, baru bisa saya komentar. Ini isinya apa saja saya enggak ngerti," ujar Jokowi.
KPK mempertanyakan pembelaan yang muncul dari Senayan ini. Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, harus dipisahkan apakah sikap DPR merupakan pernyataan institusi atau hanya beberapa anggota saja.
"Itu perlu di clear kan. Karena secara kelembagaan, kami belum dapat informasi atau surat sejenisnya dari DPR terkait itu," tutur Febri seperti dipetik dari Liputan6.com.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, DPR sebagai institusi negara telah berubah untuk membela Setya. "Itu hanya akal-akalan saja," kata Donal.
Donal menilai, pencegahan seorang saksi merupakan kewenangan penyidik yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Ahli hukum tata negara Refly Harun menjelaskan hak imunitas anggota Dewan berlaku jika anggota tersebut terkena masalah yang berkaitan dengan tugas sebagai anggota Dewan.
Jika masalah itu di luar tugas sebagai anggota dewan, dan malah berkaitan dengan tindak pidana, hak imunitas tak berlaku bagi si anggota Dewan.
Menurut Donal, langkah DPR tersebut dapat dianggap menghalangi penyidikan dalam pengungkapan kasus e-KTP. "Mereka bisa diancam dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Tindakan tersebut bisa dianggap menghalang-halangi penyidikan," ujar Donal.
Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, setiap orang yang menghalangi penyidikan bisa dihukum pidana penjara dengan masa kurungan paling singkat tiga tahun dan maksimal 12 tahun.
Tahun lalu, Fahri juga sempat adu mulut dengan petugas yang mengawal KPK saat menggeledah ruangan salah satu anggota DPR. [src/beritagar.id]