Jakarta, infobreakingnews - Mantan Hakim Konstitusi Mahfud MD mengapresiasi langkah terdakwa dugaan penistaan agama Basuki T. Purnama alias Ahok yang meminta maaf kepada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin. Menurut Mahfud, permintaan maaf tersebut menunjukkan adanya kekeliruan atau kesalahan dari sikap dan perbuatan Ahok.
"Bagus kalau begitu. Permintaan maaf itu mengandung makna bahwa Ahok menyadari kekeliruan, kesalahpahaman dan kesalahannya baik dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja," kata Mahfud saat dihubungi, Kamis (2/2).
Menurut Mahfud persoalan personal antara Ahok dan tim pengacaranya dengan KH Ma'ruf Amin sudah selesai. Pasalnya, KH Ma'ruf Amin sudah menerima permintaan maaf tersebut.
"Saya pikir sudah selesai urusan personal dengan KH Ma'ruf Amin dan warga NU dengan permintaan maaf tersebut," kata dia.
Namun, yang menjadi persoalan fatal bagi Ahok dan tim pengacaranya adalah menyatakan memiliki bukti percakapan dan komunikasi antara KH Ma'ruf Amin dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam konteks itu, kata dia, urusannya bukan lagi personal, tetapi terkait Undang-Undang.
"Jadi, urusannya dengan UU, kalau betul mendapatkan dan mengetahui percakapan dan komunikasi antara SBY dan Ma'ruf Amin, bahkan (Ahok dan timnya) tidak hanya tahu isinya tetap tanggalnya juga," terang dia.
Karena itu, Mahfud mempertanyakan dari mana Ahok dan kuasa hukumnya mengetahui komunikasi dan percakapan tersebut. Kalau hal itu diketahui dari intersepsi atau penyadapan, kata dia, berarti ada pelanggaran karena yang bisa melakukan penyadapan hanya lima institusi di negara ini dan demi kepentingan publik.
"Kesalahan terbesarnya (Ahok dan timnya) adalah dugaan menyadap atau mengambil percakapan rahasia. Itu tidak boleh, melanggar Pasal 31 UU ITE dan Pasal 56 UU Telekomunikasi," tandas dia.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan semua saksi atau ahli dalam persidangan memang diperlakukan sama, tidak perlu dibeda-bedakan karena semua orang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Namun, yang tidak boleh kata dia, adalah menuduh ahli berbohong dengan mengklaim mempunyai bukti percakapan dan komunikasi saksi atau ahli dengan pihak tertentu.*** Candra Wibawanti.