Bupati Blora H.Djoko Nugroho memperhatikan ibu-ibu sedulur sikep yang sedang menyanting batik. (foto: rs-infoblora) |
Seperti yang dilakukan ibu-ibu sedulur sikep di Desa Sambongrejo dan Desa Klopoduwur. Sejak menerima pelatihan membatik pertama kali hingga kini, kemampuannya terus dikembangkan dan terus berkarya sehingga bisa menghasilkan rupiah.
Kemampuan membatiknya itu pun dipertunjukkan ke hadapan Bupati Blora H.Djoko Nugroho saat menghadiri acara Festival Sedulur Sikep (Samin) 2016 di Dukuh Blimbing Desa Sambongrejo Kecamatan Sambong, Kamis (15/12) lalu.
Tidak main-main, para ibu-ibu dari Kampung Samin Sambongrejo dan Klopoduwur ini membatik secara massal di atas kain putih sepanjang 20 meter. Dengan bantuan gawangan sepanjang 20 meter pula, puluhan ibu-ibu melakukan proses canting bersama-sama.
"Ini nyanting motif hasil bumi atau hasil pertanian di desa, seperti motif tomat, cabe, belimbing dan lainnya. Sengaja kami buat itu agar batik sedulur sikep punya ciri khas yang membedakan dengan batik lainnya. Nanti setelah jadi akan dibuat baju," ujar Warsiyem, salah satu warga Samin Desa Sambongrejo.
Adapun Bupati Blora H.Djoko Nugroho saat melihat ibu-ibu sedulur sikep membatik di kain sepanjang 20 meter mengaku kaget. Ia tidak menyangka kalau sedulur sikep sekarang sudah mampu mengembangkan kerajinan yang bisa menunjang ekonomi keluarga.
"Jujur saya kaget, setelah beberapa waktu tidak kesini. Sekarang sedulur sikep sudah hebat, bisa membuat batik. Ini potensi yang harus didukung untuk pengembangannya. Coba nanti contohnya biar saya bawa untuk ditunjukkan ke Ketua Dekranasda Kabupaten agar kedepannya bisa dibantu baik dalam hal produksi hingga pemasaran. Apik iki," kata Bupati.
Ia juga menegaskan, jika memang butuh bantuan untuk mendukung pengembangan kerajinan batik untuki segera melapor kepada Bupati agar bisa dibantu. Misalnya mengajukan bantuan alat canting atau lainnya.
"Hambatan jenengan nopo, sampekke kulo. Mangke tak bantu, tapi ojo jaluk duwit. Pengenku menehi pancinge, ora umpane," lanjut Bupati.
Pramugi Prawiro Wijoyo, sebagai sesepuh sedulur sikep Sambongrejo menyampaikan bahwa ketrampilan membatik merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat agar mandiri. Potensi tersebut ditampilkan dalam festival samin agar diketahui banyak orang, dengan harapan kedepannya semakin banyak yang mengenal dan memesan batik.
"Inilah wujud kemandirian kami. Dengan adanya kegiatan membatik, maka warga akan mandiri dalam membuka usaha. Pengangguran bisa dikurangi dan menekan tingkat urbanisasi ke kota. Kami ingin warga desa bisa hidup makmur di desanya tanpa harus merantau. Salah satunya dibekali dengan ketrampilan membatik ini," jelasnya.
Tidak hanya membatik saja, warga sedulur sikep di desanya juga diajari membuat makanan ringan, jajanan dari bahan lokal yang ada di sekitar rumah. Tujuannya agar bisa mendapatkan nilai ekonomi lebih besar. "Bahan pangan lokal kalau dijual begitu saja harganya lebih rendah jika dijual dalam bentuk olahan. Ini yang kita dorong," pungkasnya. (ag-infoblora)